Oleh: I Wayan Sumerta (Divisi Hukum dan Pengawasan KPU Kab.Klungkung Bali)
Kaum penyandang disabilitas (difabel) telah diberikan hak politik oleh pemerintah. Kebebasan individu dalam konteks demokrasi mengakui keutamaan moral dari seseorang individu dan bahwa semua individu memiliki hak mendasar tertentu. Tujuan utama demokrasi adalah perlindungan hak kebebasan individu dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain setiap orang berhak untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negara, baik secara langsung maupun melalui wakil-wakilnya yang terpilih secara bebas. Setiap orang memperoleh hak atas akses yang sama untuk memperoleh pelayanan umum di negaranya sesuai bunyi Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.Pemerintah Indonesia telah sangat jelas memberikan hak politik yang sama bagi kaum difabel. Hak politik bagi mereka tertuang dalam UU Nomor 8 tahun 2016 pasal 13 yakni hak memilih dan dipilih dalam jabatan publik. Menyalurkan aspirasi politik baik secara tertulis maupun lisan. Memilih partai politik dan/ indidividu yang menjadi peserta dalam pemilu.Serta memperoleh aksesibilitas pada sarana dan prasarana penyelenggaraan pemilu, pemilihan gubernur wakil gubernur dan bupati/ wali kota. Hak politik disabilitas malah dipertegas lagi oleh UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Meski demikian fakta mengatakan tidak banyak bahkan nyaris tak ada kaum difabel yang masuk di ruang kekuasaan. Adakah kaum difabel menjadi bupati/ wakil bupati.Adakah kaum difabel menjadi wakil rakyat. Adakah kaum difabel menjadi kepala desa atau jabatan lebih kecil dari itu. Mengapa demikian kondisinya. Apakah mereka lebih awal berbekal pesimisme untuk berkiprah di ranah itu ataukah karena faktor eksternal seperti adanya hujatan atau hinaan terhadap kaum difabel ketika menduduki kursi kekuasaan? Jawabannya bisa saja ya bisa juga tidak. Sebab saat di negara kita ada pejabat yang cacat fisik bahkan cacat ringan mereka tak henti-henti dijadikan bahan pembicaraan.
Kini Indonesia telah 75 merdeka, namun kemerdekaan bagi kaum difabel masih diwarnai godaan- godaan dari oknum, meski UU Nomor 8 Tahun 2016 telah memberikan kebebasan buat mereka untuk menggunakan hak politiknya secara luas.Sementara ada dugaan juga bahwa kaum difabel memiliki kerendahan diri untuk ambil bagian dalam politik. Kalau itu yang terjadi maka kaum difabel akan menurunkan generasi pengecut dan mewariskan masa depan suram kepada anak cucunya.
Data BPS menunjukkan tingginya jumlah penyandang disabilitas di Indonesia. Dari jumlah penduduk sekitar 247 juta jiwa lebih dari 190 juta jiwa jumlah pemilih diperkirakan 27 juta yang penyandang disabilitas.Mereka ada cacat fisik, cacat intelektual, cacat mental dan cacat sensorik.
Namun mesti diakui di Indonesia telah ada kemajuan bagi kaum perempuan untuk menduduki jabatan politik. Tak sedikit kaum perempuan menjadi camat, bupati, gubernur bahkan sampai presiden ( presiden Megawati Soekarno Putri). Karier perempuan semakin terlihat. Tidak mudah ditebak seperti tempo dulu kalau perempuan ditempatkan sebagai ibu dapur.Kini tidak. Perempuan sudah ikut dalam pengambil keputusan baik dalam unit organisasi kecil sampai dengan tingkat pusat. Pemerintah melalui UU Pemilu no.7 tajun 2017 memberikan quota perempuan 30 persen untuk di partai politik dan calon legislatif.Bagi parpol yang tidak memenuhi quota itu pen-calegan-pun bakal gagal. Ayo kaum disabilitas lari cepat mengejar ketertinggalan. Kapan lagi? (*)
Sumber Berita : Kpu.go.id