Lawan Corona, Pemilihan Ditunda?

oleh: Ahmad Hadziq (Anggota KPU Tanjung Jabung Barat)

Sebanyak 270 daerah tengah mempersiapkan diri menghadapi Pemilihan di 23 September 2020. Kesiapan awal juga telah dilakukan, ditandai dengan penandatanganan Nota Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dilanjutkan dengan peluncuran (launching) sebagai penanda dimulainya tahapan. Jadwal lain yang juga telah berjalan adalah pembentukan badan ad hoc dan persiapan pemutakhiran data pemilih.

Ditengah kesibukan mempersiapkan proses elektoral ini muncul peristiwa yang menjadi keprihatinan bersama, Corona Virus 2019 (Covid-19). Pandemi yang melanda dunia ini turut dirasakan masyarakat di Tanah Air. Pada gilirannya pemerintah melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menetapkan masa darurat nasional Covid-19 hingga 29 Mei 2020. Menyikapi penetapan tersebut, KPU RI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor : 179/PL.02-Kpt/01/KPU/III/2020 tentang Penundaan Tahapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2020. Ada empat tahapan yang dilakukan penundaan yakni pelantikan Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan masa kerja PPS, verifikasi faktual calon perseorangan, pembentukan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) dan pemutakhiran data pemilih. Dampak dari ditundanya beberapa tahapan tersebut kemudian melahirkan kebijakan tentang penundaan masa kerja Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Sekretariatnya sebagaimana tertuang dalam surat KPU RI Nomor 285/PL.02-SD/01/KPU/III/2020.

Pemilihan Serentak 2020 penting untuk bangsa Indonesia, namun lebih penting menjaga kesehatan dan keselamatan Warga Negara Indonesia. Inilah yang menjadi pertimbangan KPU mengusulkan penundaan pelaksanaan pemilihan pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dilaksanakan bersama pemerintah yang diwakili oleh Kemendagri, Komisi II DPR RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Hasil rapat tersebut menyepakati dilakukannya penundaan pelaksanaan pemilihan. KPU mengusulkan tiga opsi jadwal penundaan, yaitu 9 Desember 2020, 17 Maret 2021 atau 29 September 2021. Usulan penundaan tersebut diiringi komitmen untuk merealokasi anggaran yang belum terpakai untuk penyelesaian penanganan pandemik Covid-19.

Namun tiga opsi tersebut sudah di luar jadwal yang diatur dalam Undang-undang (UU) 10 Tahun 2016 dimana Pasal 201 menyatakan bahwa kepala daerah hasil pemilihan 2015 dilaksanakan pemilihan kembali pada September 2020. Karenanya terkait dengan tiga opsi yang diusulkan tersebut maka terjadi kekosongan hukum. Dalam hal ini maka diperlukan adanya Paraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengatakan "Presiden berhak menetapkan Perppu dalam hal ihwal kegentingan memaksa".

Dalam sebuah dialog yang dilakukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) beberapa waktu lalu, ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas Ferry Amsari mengatakan Frasa kegentingan memaksa dalam Pasal 22 Undang-undang 1945 sudah diatur dalam Putusan MK Nomor 138/PUU/VIII/2009, di mana putusan ini mensyaratkan tiga hal. Pertama, kebutuhan mendesak persoalan hukum secara cepat berdasarkan UU. Pemilihan secara spesifik diatur dalam UU untuk diselenggarakan pada September 2020, namun, hal itu hampir tidak bisa dilaksanakan karena faktor wabah Covid-19.

Kedua, adanya kekosongan hukum, atau ada UU namun tidak memadai. UU pemilihan yang seharusnya menjadi dasar hukum, tidak menyediakan alternatif proses penyelenggaraan pemilihan apabila terjadi bencana dengan waktu yang tidak pasti. Ketiga, kekosongan hukum tersebut tidak bisa diatasi dengan prosedur biasa, yakni dengan membuat UU di parlemen. Akan tetapi prosedur ini sulit dilaksanakan karena selain akan memakan waktu banyak, rapat-rapat di DPR pun mensyaratkan berkumpulnya banyak orang dalam satu ruangan, yang saat ini bertentangan dengan prinsip physical distancing yang dikeluarkan World Health Organization (WHO). Karenanya keadaan saat ini sudah memenuhi syarat untuk dikeluarkan Perppu penundaan pemilihan.

Hal lain yang disepakati dalam RDP adalah mengembalikan dana pemilihan yang belum terpakai oleh KPU untuk penanganan pandemi Covid-19. Namun tentunya proses pengembalian ini harus dilandasi oleh regulasi yang jelas agar tidak menimbulkan permasalahan lain tentang pertanggungjawaban pengelolaan anggaran. Selaras dengan yang disampaikan oleh Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi dalam suatu diskusi bertema “Perppu Pilkada: Skema Penundaan Pilkada 2020 yang di inisisasi oleh Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, bahwa KPU daerah jangan ada dulu yang menyepakati pemotongan anggaran sampai ada aturan yang jelas.

Ada beberapa poin penting menurut penulis yang perlu diapresiasi dalam rangka penundaan pemilihan yang di usulkan oleh KPU. Pertama, komitmen bahwa keputusan ini sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran Covid-19. Karenanya ada hal yang lebih penting dari pelaksanaan pemilihan yaitu kesehatan dan keselamatan masyarakat, bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (Salus Populi Suprema  Lex Esto). Kedua, komitmen untuk mengembalikan anggaran yang belum terpakai selama ada aturan yang jelas tentang prosedurnya. Hal ini dalam rangka membantu pemerintah untuk penanganan wabah ini. Semangat ini perlu kiranya dikembangkan saat momentum lahirnya Perppu. Ada beberapa tahapan yang bisa saja dilakukan untuk efesiensi anggaran. Sebagai contoh, pengadaan Alat Peraga Kampanye (APK) yang dalam UU pemilihan diadakan oleh KPU melalui anggaran pemilihan, maka untuk efektifitas dan efisiensi kampanye cukup dilakukan dengan cara digital tanpa APK seperti saat ini.

Ketiga, KPU tengah berupaya melakukan eduksi kepada masyarakat dalam penanganan masalah Covid-19 ini. Terbukti dengan lahirnya Surat KPU RI kepada jajarannya di derah Nomor : 301/PP.06 – SD/KPU/IV/2020 tentang Sosialisasi dan Edukasi dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19. Sosialisasi ini dengan cara optimalisasi pemanfaatan laman (website) dan media sosial resmi KPU provinsi dan kabupaten/kota. Sekaligus ini merupakan contoh kampanye, sosialisasi, edukasi dengan tagline “Bersatu Melawan Corona” yang efektif dan berbiaya murah.

Menyikapi kondisi saat ini, tentu sudah selayaknya kita bersatu melawan corona. Minimal melakukan edukasi kepada masyarakat bagaimana upaya memutus mata rantai penyebarannya. Apa yang telah dilakukan oleh KPU untuk memanfaat media sosial sebagai media edukasi, kiranya perlu juga dilakukan oleh tokoh-tokoh yang selama ini memasang baliho dan spanduknya dengan menyelipkan pesan edukasi kepada semua kalangan.

Mungkinkah pemilihan ditunda hingga 2021? Sambil menunggu Perppu, kita berharap semoga Covid-19 ini cepat berlalu. (*)  

Sumber Berita : kpu.go.id

Bagikan Ke

Author:

Kami atas nama Muh. IqbaL Qadapi selaku editor dari Web Site KPU-Bulukumbakab.com